Inovasi bisa lahir kapan saja, oleh siapa saja dan dimana saja. Adalah Gandung, seorang tukang becak di Yogyakarta, yang membuat breakthrough di jagad bisnis transportasi bertenaga manusia kota Jogja. Ketika banyak tukang becak menanti penumpang dengan pasrah di sudut pasar, di ujung gang atau di sisi jalan, Gandung mengiklankan jasanya di internet! Silakan ketik: Gandung Jogja Art Trip di Google untuk mengetahui informasi tentang Gandung alias Wahyudiono lebih lanjut.
Apakah Gandung sendiri yang menemukan ide brilliant itu? Ternyata bukan dia. Samuel Indratma, seniman mural dan komik di Jogja, yang menggagas ide itu. Gandung sejatinya adalah jebolan kelas 6 SD Inpres Tegal Mulyo Yogyakarta yang merasa cukup jika bisa membaca dan berhitung. Sebab dengan membaca ia bisa tahu alamat penumpang, dan dengan berhitung ia bisa tahu berapa pendapatan dari mbecak. Internet sudah tentu jauh dari kesehariannya. Namun Gandung sangat terbuka dengan ide yang bikin dapat duit banyak.
Selain menggunakan media internet, Gandung juga bersinergi dengan seniman-seniman kota Jogja semacam Heri Dono, Samuel Indratma dan alumni Institut Senirupa Indonesia (dahulu ASRI –Akademi Seni Rupa Indonesia). Strateginya membuahkan hasil luarbiasa. Menurut National Geographic, Gandung pernah memperoleh penghasilan 4 juta dalam satu hari saat mengantar 2 penumpang berbelanja di galeri rekanan bisnisnya. Uang sebanyak itu merupakan komisi dari gallery atau toko-toko tempat penumpangnya berbelanja.
Kalau ceritanya begitu, Samuel Indratma dan para seniman Jogja tentu lebih tepat disebut sebagai inovatornya. Sebab mereka bisa menemukan strategi baru untuk menjaring calon konsumen. Ya melalui Mas Gandung itu. Kan seru tuh, jalan-jalan naik becak di seputaran Malioboro sambil belanja barang-barang seni karya seniman ternama di Indonesia. Namun jika dikaji lebih lanjut, keduanya, para seniman Jogja dan Mas Gandung, masing-masing sudah menemukan cara baru dalam menjalankan bisnisnya.
Agak mirip dengan cerita diatas. Mari mundur ke tahun 1994 ketika Jeff Bezos masih bekerja sebagai analis keuangan di D.E Shaw di New York. Bezos terkenal jago matematika. Ia mencatat bahwa pertumbuhan bisnis di internet ketika itu 2.300 persen! Atasan Bezos segera memintanya untuk mencari peluang bisnis lewat internet. Hasil yang didapat dari Direct Marketers Association tentang hal yang bisa dijual dari jarak jauh adalah: nomor satu: busana dan perlengkapannya; nomor dua: makanan lezat. Buku jauh berada di kelompok terbawah. Padahal, era 90-an adalah masa emas buat industri buku. Barnes & Noble (B&N) dan Borders sudah membuat megastore yang memajang sekitar 100.000 judul buku. Pertanyaan yang mengusik Bezos saat itu adalah: buku sudah murah dan tersedia dalam jumlah banyak, apalagi yang mungkin masih diinginkan orang?
Web ketika itu tidak sertamerta jadi solusi cemerlang. Maklum, web jaman dulu terkenal macet melulu dan ketersediaan badwidth-nya begitu sempit. Dibandingkan dengan web, menawarkan produk lewat katalog jauh lebih menarik konsumen. Tapi Bezos punya pikiran lain.
Bezos mencatat bahwa setiap tahun ada lebih dari 100.000 judul baru diterbitkan. Kapasitas megastore buku paling cuma 175.000 judul, dan hanya 3 toko buku yang bisa memajang buku dalam jumlah sedemikian besar. Itu berarti peluang masih ada. Dan lahirlah Amazon.com yang memungkinkan orang secara mudah mencari dan membeli di antara jutaan (!) buku yang berbeda.
Bezos sangat jenius. Ia bisa melihat peluang di industri yang dianggap sudah mapan. Waktu Amazon.com lahir, setidaknya ada 1,5 juta buku berbahasa Inggris yang sudah dicetak. Dari segitu banyak, hanya 10% judul yang bisa ditampung megastore macam B&N dan Borders. Sekarang, Amazon punya 5,6 juta database buku. Database-nya dipastikan akan terus bertambah sebab banyak penerbit yang mengirimkan katalog elektronik mereka ke web. Industri mencatat bahwa belanja via web sudah menggeser pola belanja lewat katalog. Pertumbuhan belanja via web sekitar 25% pertahun.
Kunci sukses dari inovasi yang dilakukan oleh Mas Gandung dan Jeff Bezos adalah bisa melihat peluang dibalik kemapanan. Dan itu dimulai dengan pertanyaan:”Apalagi ya yang bisa dibikin?”. Jadinya, ketika kebanyakan tukang becak menunggu penumpang di perempatan jalanan, Gandung beriklan di internet. Ketika penjual buku memperbesar toko supaya bisa memajang lebih banyak buku, Jeff Bezos berdagang buku di internet yang tidak membutuhkan ruang display ataupun gudang buku yang besar. Hebat.
Apakah Gandung sendiri yang menemukan ide brilliant itu? Ternyata bukan dia. Samuel Indratma, seniman mural dan komik di Jogja, yang menggagas ide itu. Gandung sejatinya adalah jebolan kelas 6 SD Inpres Tegal Mulyo Yogyakarta yang merasa cukup jika bisa membaca dan berhitung. Sebab dengan membaca ia bisa tahu alamat penumpang, dan dengan berhitung ia bisa tahu berapa pendapatan dari mbecak. Internet sudah tentu jauh dari kesehariannya. Namun Gandung sangat terbuka dengan ide yang bikin dapat duit banyak.
Selain menggunakan media internet, Gandung juga bersinergi dengan seniman-seniman kota Jogja semacam Heri Dono, Samuel Indratma dan alumni Institut Senirupa Indonesia (dahulu ASRI –Akademi Seni Rupa Indonesia). Strateginya membuahkan hasil luarbiasa. Menurut National Geographic, Gandung pernah memperoleh penghasilan 4 juta dalam satu hari saat mengantar 2 penumpang berbelanja di galeri rekanan bisnisnya. Uang sebanyak itu merupakan komisi dari gallery atau toko-toko tempat penumpangnya berbelanja.
Kalau ceritanya begitu, Samuel Indratma dan para seniman Jogja tentu lebih tepat disebut sebagai inovatornya. Sebab mereka bisa menemukan strategi baru untuk menjaring calon konsumen. Ya melalui Mas Gandung itu. Kan seru tuh, jalan-jalan naik becak di seputaran Malioboro sambil belanja barang-barang seni karya seniman ternama di Indonesia. Namun jika dikaji lebih lanjut, keduanya, para seniman Jogja dan Mas Gandung, masing-masing sudah menemukan cara baru dalam menjalankan bisnisnya.
Agak mirip dengan cerita diatas. Mari mundur ke tahun 1994 ketika Jeff Bezos masih bekerja sebagai analis keuangan di D.E Shaw di New York. Bezos terkenal jago matematika. Ia mencatat bahwa pertumbuhan bisnis di internet ketika itu 2.300 persen! Atasan Bezos segera memintanya untuk mencari peluang bisnis lewat internet. Hasil yang didapat dari Direct Marketers Association tentang hal yang bisa dijual dari jarak jauh adalah: nomor satu: busana dan perlengkapannya; nomor dua: makanan lezat. Buku jauh berada di kelompok terbawah. Padahal, era 90-an adalah masa emas buat industri buku. Barnes & Noble (B&N) dan Borders sudah membuat megastore yang memajang sekitar 100.000 judul buku. Pertanyaan yang mengusik Bezos saat itu adalah: buku sudah murah dan tersedia dalam jumlah banyak, apalagi yang mungkin masih diinginkan orang?
Web ketika itu tidak sertamerta jadi solusi cemerlang. Maklum, web jaman dulu terkenal macet melulu dan ketersediaan badwidth-nya begitu sempit. Dibandingkan dengan web, menawarkan produk lewat katalog jauh lebih menarik konsumen. Tapi Bezos punya pikiran lain.
Bezos mencatat bahwa setiap tahun ada lebih dari 100.000 judul baru diterbitkan. Kapasitas megastore buku paling cuma 175.000 judul, dan hanya 3 toko buku yang bisa memajang buku dalam jumlah sedemikian besar. Itu berarti peluang masih ada. Dan lahirlah Amazon.com yang memungkinkan orang secara mudah mencari dan membeli di antara jutaan (!) buku yang berbeda.
Bezos sangat jenius. Ia bisa melihat peluang di industri yang dianggap sudah mapan. Waktu Amazon.com lahir, setidaknya ada 1,5 juta buku berbahasa Inggris yang sudah dicetak. Dari segitu banyak, hanya 10% judul yang bisa ditampung megastore macam B&N dan Borders. Sekarang, Amazon punya 5,6 juta database buku. Database-nya dipastikan akan terus bertambah sebab banyak penerbit yang mengirimkan katalog elektronik mereka ke web. Industri mencatat bahwa belanja via web sudah menggeser pola belanja lewat katalog. Pertumbuhan belanja via web sekitar 25% pertahun.
Kunci sukses dari inovasi yang dilakukan oleh Mas Gandung dan Jeff Bezos adalah bisa melihat peluang dibalik kemapanan. Dan itu dimulai dengan pertanyaan:”Apalagi ya yang bisa dibikin?”. Jadinya, ketika kebanyakan tukang becak menunggu penumpang di perempatan jalanan, Gandung beriklan di internet. Ketika penjual buku memperbesar toko supaya bisa memajang lebih banyak buku, Jeff Bezos berdagang buku di internet yang tidak membutuhkan ruang display ataupun gudang buku yang besar. Hebat.
Comments
Post a Comment