Tahun 1994. Ketika itu penjualan sepatu Hush Puppies turun hingga 30.000 pasang pertahun. Produsen Hush Puppies, Wolverine, sempat berpikir untuk menghentikan produksi sepatu mereka. Tapi secara tiba-tiba keadaan berubah 180. Di tahun 1995 Wolverine mampu menjual 430.000 pasang sepatu Hush Puppies. Bagaimana mungkin? Ternyata ada sejumlah anak muda punya kebiasaan memakai sepatu Hush Puppies saat jalan-jalan di kawasan elite Manhattan. Gaya mereka itulah yang menarik minat banyak anak muda sehingga mampu menciptakan trend baru. Dampaknya, Hush Puppies kebanjiran banyak order dan mencatat tipping point. Apa itu tipping point?
Tipping point adalah istilah yang dikenal luas di di bidang ekonomi, matematika dan sosiologi. Secara sosiologi, tipping point menjelaskan fenomena sebuah kejadian yang berkembang secara dramatis atau di luar kebiasaan. Tipping point digunakan oleh Morton Grodzins pada studinya tentang keluarga kulit putih di Amerika pada awal tahun 1960. Istilah tipping point juga digunakan oleh pemenang Nobel tahun 1972, Thomas Schelling. Di tahun 2000, Malcolm Gladwell menulis buku dengan judul Tipping Point.
Menurut Malcolm Gladwell, tipping point adalah sebuah momentum ajaib saat ide, trend, pesan atau perilaku menyebar atau menjalar liar bagai api. Tipping point adalah sebuah epidemi. Ia bagaikan virus flu yang menyebar dari 1 orang ke orang lain di komunitasnya hingga ke banyak komunitas lain. Epidemi tipping point terjadi karena unsur the law of the few (hukum tentang yang sedikit); factor kelekatan (stickiness factor); dan kekuatan konteks (the power of context).
Hukum tentang yang sedikit menggambarkan aturan 80/20. 20% orang mengerjakan 80% pekerjaan. 80% bir diminum oleh 20% orang. Yang sedikit atau kecil itulah yang memicu perubahan besar, atau bahkan membuat sejarah besar.
Revolusi Amerika misalnya, berawal dari suatu petang pada tanggal 18 April 1775 di sebuah tempat penyewaan kuda di Boston. Ketika itu ada seorang anak muda yang mencuri dengar percakapan para perwira Inggris tentang rencana penyerangan ke desa-desa. Tanpa pikir panjang si pemuda langsung menemui Paul Revere untuk menyampaikan info penting tersebut. Kejadian berikutnya adalah legenda dalam sejarah bangsa Amerika. Pada tengah malam di hari yang sama, Paul Revere langsung melakukan perjalanan ke Lexington untuk memberitahukan rencana pergerakan pasukan Inggris, dan meminta para milisia di kota sepanjang Charlestown dan Lexington untuk mempersiapkan diri menghadapi pasukan Inggris. Berita secara cepat menyebar dari mulut ke mulut (ketok tular) ke kota-kota lain di luar 5 kota yang disambangi Paul Revere. Hasilnya tentara Inggris mengalami kekalahan memalukan dari milisia Amerika.
Fenomena penyebaran pesan secara ketok tular menjelaskan pentingya peran penyampai gagasan atau pesan. Gladwell bilang ada 3 kelompok orang yang merupakan actor besar dalam epidemi tipping point. Ia menyebutnya sebagai maven, connector, dan salesman.
Maven adalah seseorang yang pintar dan memiliki pengetahuan sangat luas. Maven tahu sesuatu yang orang lain tidak tahu. Motivasi maven untuk memberitahu orang lain adalah untuk membantu orang lain. Maven senang membantu orang lain. Bondan ‘maknyoes’ Winarno adalah maven dalam bidang kuliner. Konon kabarnya, rumah makan yang dikunjungi dan diberi komentar macam: sambalnya juara, ‘maknyoes’, dll oleh Bondan Winarno mengalami tipping point!
Connector adalah seorang penghubung. Di sekitar kita ada banyak penghubung. Penghubung biasanya mengenal banyak orang. Contoh yang dekat: ada seorang teman yang selalu mengirimkan ucapan selamat setiap ada event khusus macam hari ulang tahun dan perayaan hari besar. Ia melakukan hal tersebut kepada semua mantan anggota Boy Scout/Pramuka di sekolah yang jumlahnya banyak dan tersebar di banyak Negara. Ketika ada anggota kelompok yang mengalami kemalangan, ucapan simpati datang dari banyak anggota dalam bentuk sms dan email melalui teman itu. Teman tersebut adalah seorang penghubung (connector). Menurut catatan sejarah, Paul Revere berperan sebagai maven sekaligus connector. Itu mungkin terjadi karena selain berpengetahuan luas, Revere juga aktif memimpin banyak organisasi social.
Kelompok ketiga adalah salesman. Merekalah orang-orang yang memiliki ketrampilan membujuk dan mempengaruhi orang yang belum yakin benar dengan pilihannya. Financial planner atau orang-orang yang bergerak di bidang pemasaran adalah beberapa actor dibalik tipping point.
Unsur lain yang mempengaruhi epidemi adalah factor kelekatan. Faktor ini bisa dijelaskan dengan test menghubungkan sebuah kata dengan subyek tertentu. Jika ada kata-kata: “Puas Puas Puas… !!!” Anda pasti langsung menghubungkannya dengan Tukul Arwana. Jika ada yang bilang: “Wes ewes ewes bablas angine !!!” Yang ini sudah pasti berhubungan dengan produk jamu Antangin. Contoh kelekatan lain adalah tayangan sinetron. Betapa pun banyak orang menghujat mutu sinetron, toh rating sinetron tetap tinggi. Apalagi yang tokohnya dianiaya habis-habisan ataupun yang mengalami penderitaan tiada ujung. Racikan produser yang bisa mengobok-obok emosi pemirsa hingga ketagihan menonton adalah contoh sukses penciptaan faktor kelekatan.
Bicara tentang kekuatan konteks, bayangkanlah ada pembangunan bus way di dekat rumah yang bikin jalan jadi macet luar biasa. Waktu tempuh dari rumah ke kantor yang biasanya 1 jam jadi 3 jam. Apa yang akan dilakukan? Mungkin besok akan diputuskan berangkat lebih awal atau cari jalan alternatif. Alternatif itu tentunya juga dipikirkan oleh banyak orang yang mengalami hal yang sama. Akibatnya akan ada banyak orang yang mengubah kebiasaan berangkat ke kantor.
Malcolm Gladwell telah menjelaskan secara brilian mengenai fenomena tipping point. Oprah memuji Malcolm dengan kata-kata: ”Kamu sangat cerdas!”. Buku tipping point sendiri telah jadi international bestseller, dan telah memberi inspirasi kepada penulis lain untuk menggali lebih dalam mengenai potensi-potensi perubahan. Buku ini kaya dengan referensi dari hasil riset akademis yang mencerahkan.
Buat Gladwell, tipping point adalah penegasan kembali tentang adanya potensi untuk berubah dan dahsyatnya suatu langkah yang tepat. Gladwell mengajak kita untuk mencoba memberi dorongan yang seringan-ringannya di tempat yang tepat pada sesuatu yang mustahil diubah atau digoyahkan maka, katanya, apapun dapat diungkit!
Tipping point adalah istilah yang dikenal luas di di bidang ekonomi, matematika dan sosiologi. Secara sosiologi, tipping point menjelaskan fenomena sebuah kejadian yang berkembang secara dramatis atau di luar kebiasaan. Tipping point digunakan oleh Morton Grodzins pada studinya tentang keluarga kulit putih di Amerika pada awal tahun 1960. Istilah tipping point juga digunakan oleh pemenang Nobel tahun 1972, Thomas Schelling. Di tahun 2000, Malcolm Gladwell menulis buku dengan judul Tipping Point.
Menurut Malcolm Gladwell, tipping point adalah sebuah momentum ajaib saat ide, trend, pesan atau perilaku menyebar atau menjalar liar bagai api. Tipping point adalah sebuah epidemi. Ia bagaikan virus flu yang menyebar dari 1 orang ke orang lain di komunitasnya hingga ke banyak komunitas lain. Epidemi tipping point terjadi karena unsur the law of the few (hukum tentang yang sedikit); factor kelekatan (stickiness factor); dan kekuatan konteks (the power of context).
Hukum tentang yang sedikit menggambarkan aturan 80/20. 20% orang mengerjakan 80% pekerjaan. 80% bir diminum oleh 20% orang. Yang sedikit atau kecil itulah yang memicu perubahan besar, atau bahkan membuat sejarah besar.
Revolusi Amerika misalnya, berawal dari suatu petang pada tanggal 18 April 1775 di sebuah tempat penyewaan kuda di Boston. Ketika itu ada seorang anak muda yang mencuri dengar percakapan para perwira Inggris tentang rencana penyerangan ke desa-desa. Tanpa pikir panjang si pemuda langsung menemui Paul Revere untuk menyampaikan info penting tersebut. Kejadian berikutnya adalah legenda dalam sejarah bangsa Amerika. Pada tengah malam di hari yang sama, Paul Revere langsung melakukan perjalanan ke Lexington untuk memberitahukan rencana pergerakan pasukan Inggris, dan meminta para milisia di kota sepanjang Charlestown dan Lexington untuk mempersiapkan diri menghadapi pasukan Inggris. Berita secara cepat menyebar dari mulut ke mulut (ketok tular) ke kota-kota lain di luar 5 kota yang disambangi Paul Revere. Hasilnya tentara Inggris mengalami kekalahan memalukan dari milisia Amerika.
Fenomena penyebaran pesan secara ketok tular menjelaskan pentingya peran penyampai gagasan atau pesan. Gladwell bilang ada 3 kelompok orang yang merupakan actor besar dalam epidemi tipping point. Ia menyebutnya sebagai maven, connector, dan salesman.
Maven adalah seseorang yang pintar dan memiliki pengetahuan sangat luas. Maven tahu sesuatu yang orang lain tidak tahu. Motivasi maven untuk memberitahu orang lain adalah untuk membantu orang lain. Maven senang membantu orang lain. Bondan ‘maknyoes’ Winarno adalah maven dalam bidang kuliner. Konon kabarnya, rumah makan yang dikunjungi dan diberi komentar macam: sambalnya juara, ‘maknyoes’, dll oleh Bondan Winarno mengalami tipping point!
Connector adalah seorang penghubung. Di sekitar kita ada banyak penghubung. Penghubung biasanya mengenal banyak orang. Contoh yang dekat: ada seorang teman yang selalu mengirimkan ucapan selamat setiap ada event khusus macam hari ulang tahun dan perayaan hari besar. Ia melakukan hal tersebut kepada semua mantan anggota Boy Scout/Pramuka di sekolah yang jumlahnya banyak dan tersebar di banyak Negara. Ketika ada anggota kelompok yang mengalami kemalangan, ucapan simpati datang dari banyak anggota dalam bentuk sms dan email melalui teman itu. Teman tersebut adalah seorang penghubung (connector). Menurut catatan sejarah, Paul Revere berperan sebagai maven sekaligus connector. Itu mungkin terjadi karena selain berpengetahuan luas, Revere juga aktif memimpin banyak organisasi social.
Kelompok ketiga adalah salesman. Merekalah orang-orang yang memiliki ketrampilan membujuk dan mempengaruhi orang yang belum yakin benar dengan pilihannya. Financial planner atau orang-orang yang bergerak di bidang pemasaran adalah beberapa actor dibalik tipping point.
Unsur lain yang mempengaruhi epidemi adalah factor kelekatan. Faktor ini bisa dijelaskan dengan test menghubungkan sebuah kata dengan subyek tertentu. Jika ada kata-kata: “Puas Puas Puas… !!!” Anda pasti langsung menghubungkannya dengan Tukul Arwana. Jika ada yang bilang: “Wes ewes ewes bablas angine !!!” Yang ini sudah pasti berhubungan dengan produk jamu Antangin. Contoh kelekatan lain adalah tayangan sinetron. Betapa pun banyak orang menghujat mutu sinetron, toh rating sinetron tetap tinggi. Apalagi yang tokohnya dianiaya habis-habisan ataupun yang mengalami penderitaan tiada ujung. Racikan produser yang bisa mengobok-obok emosi pemirsa hingga ketagihan menonton adalah contoh sukses penciptaan faktor kelekatan.
Bicara tentang kekuatan konteks, bayangkanlah ada pembangunan bus way di dekat rumah yang bikin jalan jadi macet luar biasa. Waktu tempuh dari rumah ke kantor yang biasanya 1 jam jadi 3 jam. Apa yang akan dilakukan? Mungkin besok akan diputuskan berangkat lebih awal atau cari jalan alternatif. Alternatif itu tentunya juga dipikirkan oleh banyak orang yang mengalami hal yang sama. Akibatnya akan ada banyak orang yang mengubah kebiasaan berangkat ke kantor.
Malcolm Gladwell telah menjelaskan secara brilian mengenai fenomena tipping point. Oprah memuji Malcolm dengan kata-kata: ”Kamu sangat cerdas!”. Buku tipping point sendiri telah jadi international bestseller, dan telah memberi inspirasi kepada penulis lain untuk menggali lebih dalam mengenai potensi-potensi perubahan. Buku ini kaya dengan referensi dari hasil riset akademis yang mencerahkan.
Buat Gladwell, tipping point adalah penegasan kembali tentang adanya potensi untuk berubah dan dahsyatnya suatu langkah yang tepat. Gladwell mengajak kita untuk mencoba memberi dorongan yang seringan-ringannya di tempat yang tepat pada sesuatu yang mustahil diubah atau digoyahkan maka, katanya, apapun dapat diungkit!
Comments
Post a Comment