Setelah 77 tahun General Motors (GM) menjadi juara dunia dalam penjualan mobil, di tahun 2008 GM harus mengakui keunggulan Toyota Motor (Kompas, 23 Januari 2009). Keunggulan Toyota terjadi saat angka penjualan mobil secara global mengalami penurunan cukup signifikan dibandingkan penjualan tahun 2007. Bisa dibilang, Toyota unggul karena penurunan penjualannya lebih sedikit daripada GM. Tapi bukan itu soalnya. Pertanyaannya adalah, mengapa Toyota sejak tahun 2005 mampu membayangi, memperkecil ketinggalan dan akhirnya mengalahkan GM dalam penjualan mobil di dunia?
Menurut David Magee, penulis buku How Toyota Became #1, keunggulan Toyota adalah hasil sampingan dari pekerjaan sehari-hari. Katanya hasil yang dicapai Toyota merupakan validasi dari apa yang dikerjakan. Keberhasilan Toyota tidak terjadi dalam semalam.
Sejarahnya
Dilihat dari sejarahnya Toyota memulai ziarah bisnisnya bukan dari industri otomotif tetapi tekstil. Pendiri Toyota, Sakichi Toyoda, adalah sosok yang kreatif dan inovatif. Ia berhasil mencatatkan 100 paten. Berkat itu, namanya disejajarkan dengan Thomas Alva Edison dan Henry Ford. Paten mesin tenun karya Toyoda diterima tahun 1890. Mesin tenun buatan Sakichi Toyoda, kendati berhasil memperbaiki kinerja industri tekstil di Jepang secara dramatis, kualitasnya diakui masih dibawah mesin yang ada di Eropa dan Amerika.
Tak puas dengan pencapaiannya, Sakhici pergi ke Eropa dan melakukan benchmarking ke Platt Brothers & Co. Ltd, pembuat mesin tenun terkemuka di Inggris. Di Eropa, ia menyadari bahwa praktek bisnis terkait dengan banyak hal salah satu yang utama adalah perilaku manusia. Dan di Eropa pula ia terkesan kepada seorang motivator dan penulis buku asal Skotlandia Samuel Smiles. Toyoda membeli versi asli buku: Self-Help, buku karangan Samuel Smiles yang laris dan tetap relevan hingga kini. Menurut beberapa sejarawan buku inilah yang banyak mempengaruhi cara pandang Toyoda.
Arah bisnis keluarga Toyoda berubah saat dipegang generasi kedua: Kiichiro Toyoda. Atas desakan ayahnya, di awal tahun 1920-an Kiichiro berkelana ke Eropa untuk mempelajari kemajuan Platt Brother lagi. Kiichiro juga menyempatkan diri berkunjung ke Detroit, AS untuk menyaksikan dari dekat dinamika bisnis di AS yang dimotori oleh Henry Ford. Inilah titik awal lahirnya perusahaan otomotif Asia terbesar di dunia.
Ketertarikan Kiichiro pada mobil mendasari langkahnya untuk menerima tawaran Platt Brothers yang ingin membeli paten yang dimiliki perusahaan keluarga Toyoda, Toyoda Automatic Loom Works, di akhir tahun 1920-an. Dana hasil penjualan sebesar 1 juta yen (setara 20 juta dollar saat ini) itulah yang digunakan Kiichiro untuk mewujudkan visinya membuat mobil produksi Jepang.
Tahun 1935. Di bengkel kecil di dalam pabrik mesin tenun, Kiichiro bersama team-nya yang tidak punya pengalaman merancang mesin mobil memproduksi model mobil pertamanya. Mobil yang diberi nama AA ini mulai diproduksi tahun 1936.
Di tahun 1936 pula, bersamaan dengan peluncuran mobil pertamanya, Toyoda melalui lomba pembuatan nama dan logo perusahaan mengubah nama perusahaan dari Toyoda menjadi Toyota. Alasannya nama Toyota terdengar lebih menarik, dan membawa keberuntungan. Di tahun 1937 berdirilah Toyota Motor Company.
Keunggulan Toyota
Kendati muncul belakangan pelan tapi pasti Toyota mulai mengadopsi dan mengungguli prestasi 3 besar (GM, Ford dan Chrysler) secara meyakinkan. Walau diawal kualitasnya dicibir, belakangan kualitas Toyota jadi benchmark para pesaingnya.
Kualitas Toyota diakui juara oleh competitor-nya. GM dan Ford tak malu untuk belajar metode Toyota Production System (TPS). Metode ini punya prinsip bahwa produk selalu bisa jadi lebih baik. Yang hebat, bisa lebih hebat lagi. Dengan TPS kualitas produk selalu diperbaiki melalui kontribusi kreatif karyawan; serta implementasi lean production yang bisa meminimalkan bahan buangan dan memaksimalkan tingkat efisiensi.
TPS sendiri jadi tulang punggung sukses perusahaan karena di dalamnya ada tiga filosofi penting, yaitu pengutamaan pelanggan, kepuasan karyawan dan stabilitas perusahaan. Dengan 3 filosofi itu Toyota mampu mencapai kualitas tertinggi, biaya terendah, dan lead time (waktu desain dan produksi produk) yang singkat. Selain karyawan Toyota, siapa yang berjasa mengembangkan metode TPS?
Ditarik ke tahun 1950-an, ada satu nama yang berjasa membantu menciptakan sistem produksi Toyota yang sangat efisien, yaitu DR Edward Deming. Deming memodifikasi metode Walter Shewhart: Plan-Do-Study-Act yang lahir ditahun 1939 menjadi Plan-Do-Check-Act (PDCA). Deming yakin bahwa kualitas tertinggi akan mengakibatkan penurunan biaya. Bagi Deming, cara berproduksi merupakan sebuah system, dan bukan hanya serangkaian urutan kejadian yang tidak saling berkaitan. Mengenai sumbangsih Deming bagi Toyota, Shoichiro Toyoda, putra Kiichiro Toyoda, bilang:”Deming adalah jiwa manajemen kami”.
Ditahun 2001 seiring pertumbuhan korporasi menjadi perusahaan global, Toyota membuat panduan The Toyota Way sebagai misi korporasi. Ada 2 pilar dalam The Toyota Way (TTW), yaitu perbaikan terus menerus dan menghormati orang lain.
Perbaikan terus menerus diwujudkan melalui 2 hal. Pertama, Kaizen yang berarti memperbaiki berbagai operasional bisnis terus menerus serta mendorong inovasi dan evolusi. Kedua, Genchi Genbutsu yang berarti pergi ke sumber untuk mencari fakta yang tepat untuk mengambil keputusan yang tepat, mecapai kesepakatan dan mencapai berbagai tujuan sesuai kemampuan organisasi.
Sedangkan menghormati karyawan diwujudkan dalam perilaku menghormati orang lain, dan berusaha sebaik-baiknya saling memahami, bertanggungjawab serta melakukan yang terbaik untuk membangun rasa saling percaya. Perilaku lain yang diharapkan adalah kerjasama tim. Toyota berharap kerjasama tim bisa menstimulasi pertumbuhan pribadi dan professional, berbagi kesempatan pengembangan, serta bisa memaksimalkan kinerja individu dan tim.
TTW sebagai dokumen tertulis merupakan uraian singkat budaya Toyota. Kata-kata seringkali tidak dapat sepenuhnya menggambarkan seluruh realita yang terjadi. Orang bisa menilai dari pencapaian yang secara konsisten hadir dan dirasa begitu dekat.
Konsumen di Amerika dapat merasakan kualitas tertinggi saat mengendarai Lexus yang kualitas produk dan service kepada konsumennya disejajarkan dengan Four Seasons Hotel, Cadillac dan Starbucks. Orang Indonesia hingga saat ini masih dibuat takjub oleh prestasi penjualan Avanza dan Kijang. Kisah sukses Lexus di Amerika kembali dilanjutkan oleh Camry yang berhasil menaikkan standard mobil sedan menjadi begitu tinggi. Saking tingginya, sampai-sampai competitor bilang mobil Toyota dibuat terlalu berlebihan. Tentunya apa yang dianggap berlebihan oleh competitor, buat konsumen merupakan sebuah pengalaman menakjubkan. Dan memang pengalaman itulah yang menjadi standard baru dalam berkendaraan.
David Magee bilang keunggulan Toyota diciptakan oleh figur-figur sederhana yang lebih memilih terbang dengan kelas ekonomi ketimbang wira-wiri dengan jet perusahaan yang mahal. Bandingkan dengan petinggi GM, Ford dan Chrysler yang datang ke kongres AS naik jet perusahaan untuk minta bantuan dana ke pemerintah AS.
Ke depan, mungkin akan sulit bagi competitor untuk merebut gelar juara dari perusahaan yang selalu mengutamakan konsumen; punya karyawan yang kreatif, inovatif dan berdedikasi; serta bisa berproduksi dengan biaya yang efisien. Dilihat dari kacamata blue ocean strategy, Toyota sukses menerapkan strategi diferensiasi dan cost leadership secara bersamaan. Toyota sendiri bukanlah perusahaan yang sempurna. Tapi Toyota selalu mau berusaha memperbaiki diri terus menerus dan mau belajar dari kegagalan/kesalahan.
Menurut David Magee, penulis buku How Toyota Became #1, keunggulan Toyota adalah hasil sampingan dari pekerjaan sehari-hari. Katanya hasil yang dicapai Toyota merupakan validasi dari apa yang dikerjakan. Keberhasilan Toyota tidak terjadi dalam semalam.
Sejarahnya
Dilihat dari sejarahnya Toyota memulai ziarah bisnisnya bukan dari industri otomotif tetapi tekstil. Pendiri Toyota, Sakichi Toyoda, adalah sosok yang kreatif dan inovatif. Ia berhasil mencatatkan 100 paten. Berkat itu, namanya disejajarkan dengan Thomas Alva Edison dan Henry Ford. Paten mesin tenun karya Toyoda diterima tahun 1890. Mesin tenun buatan Sakichi Toyoda, kendati berhasil memperbaiki kinerja industri tekstil di Jepang secara dramatis, kualitasnya diakui masih dibawah mesin yang ada di Eropa dan Amerika.
Tak puas dengan pencapaiannya, Sakhici pergi ke Eropa dan melakukan benchmarking ke Platt Brothers & Co. Ltd, pembuat mesin tenun terkemuka di Inggris. Di Eropa, ia menyadari bahwa praktek bisnis terkait dengan banyak hal salah satu yang utama adalah perilaku manusia. Dan di Eropa pula ia terkesan kepada seorang motivator dan penulis buku asal Skotlandia Samuel Smiles. Toyoda membeli versi asli buku: Self-Help, buku karangan Samuel Smiles yang laris dan tetap relevan hingga kini. Menurut beberapa sejarawan buku inilah yang banyak mempengaruhi cara pandang Toyoda.
Arah bisnis keluarga Toyoda berubah saat dipegang generasi kedua: Kiichiro Toyoda. Atas desakan ayahnya, di awal tahun 1920-an Kiichiro berkelana ke Eropa untuk mempelajari kemajuan Platt Brother lagi. Kiichiro juga menyempatkan diri berkunjung ke Detroit, AS untuk menyaksikan dari dekat dinamika bisnis di AS yang dimotori oleh Henry Ford. Inilah titik awal lahirnya perusahaan otomotif Asia terbesar di dunia.
Ketertarikan Kiichiro pada mobil mendasari langkahnya untuk menerima tawaran Platt Brothers yang ingin membeli paten yang dimiliki perusahaan keluarga Toyoda, Toyoda Automatic Loom Works, di akhir tahun 1920-an. Dana hasil penjualan sebesar 1 juta yen (setara 20 juta dollar saat ini) itulah yang digunakan Kiichiro untuk mewujudkan visinya membuat mobil produksi Jepang.
Tahun 1935. Di bengkel kecil di dalam pabrik mesin tenun, Kiichiro bersama team-nya yang tidak punya pengalaman merancang mesin mobil memproduksi model mobil pertamanya. Mobil yang diberi nama AA ini mulai diproduksi tahun 1936.
Di tahun 1936 pula, bersamaan dengan peluncuran mobil pertamanya, Toyoda melalui lomba pembuatan nama dan logo perusahaan mengubah nama perusahaan dari Toyoda menjadi Toyota. Alasannya nama Toyota terdengar lebih menarik, dan membawa keberuntungan. Di tahun 1937 berdirilah Toyota Motor Company.
Keunggulan Toyota
Kendati muncul belakangan pelan tapi pasti Toyota mulai mengadopsi dan mengungguli prestasi 3 besar (GM, Ford dan Chrysler) secara meyakinkan. Walau diawal kualitasnya dicibir, belakangan kualitas Toyota jadi benchmark para pesaingnya.
Kualitas Toyota diakui juara oleh competitor-nya. GM dan Ford tak malu untuk belajar metode Toyota Production System (TPS). Metode ini punya prinsip bahwa produk selalu bisa jadi lebih baik. Yang hebat, bisa lebih hebat lagi. Dengan TPS kualitas produk selalu diperbaiki melalui kontribusi kreatif karyawan; serta implementasi lean production yang bisa meminimalkan bahan buangan dan memaksimalkan tingkat efisiensi.
TPS sendiri jadi tulang punggung sukses perusahaan karena di dalamnya ada tiga filosofi penting, yaitu pengutamaan pelanggan, kepuasan karyawan dan stabilitas perusahaan. Dengan 3 filosofi itu Toyota mampu mencapai kualitas tertinggi, biaya terendah, dan lead time (waktu desain dan produksi produk) yang singkat. Selain karyawan Toyota, siapa yang berjasa mengembangkan metode TPS?
Ditarik ke tahun 1950-an, ada satu nama yang berjasa membantu menciptakan sistem produksi Toyota yang sangat efisien, yaitu DR Edward Deming. Deming memodifikasi metode Walter Shewhart: Plan-Do-Study-Act yang lahir ditahun 1939 menjadi Plan-Do-Check-Act (PDCA). Deming yakin bahwa kualitas tertinggi akan mengakibatkan penurunan biaya. Bagi Deming, cara berproduksi merupakan sebuah system, dan bukan hanya serangkaian urutan kejadian yang tidak saling berkaitan. Mengenai sumbangsih Deming bagi Toyota, Shoichiro Toyoda, putra Kiichiro Toyoda, bilang:”Deming adalah jiwa manajemen kami”.
Ditahun 2001 seiring pertumbuhan korporasi menjadi perusahaan global, Toyota membuat panduan The Toyota Way sebagai misi korporasi. Ada 2 pilar dalam The Toyota Way (TTW), yaitu perbaikan terus menerus dan menghormati orang lain.
Perbaikan terus menerus diwujudkan melalui 2 hal. Pertama, Kaizen yang berarti memperbaiki berbagai operasional bisnis terus menerus serta mendorong inovasi dan evolusi. Kedua, Genchi Genbutsu yang berarti pergi ke sumber untuk mencari fakta yang tepat untuk mengambil keputusan yang tepat, mecapai kesepakatan dan mencapai berbagai tujuan sesuai kemampuan organisasi.
Sedangkan menghormati karyawan diwujudkan dalam perilaku menghormati orang lain, dan berusaha sebaik-baiknya saling memahami, bertanggungjawab serta melakukan yang terbaik untuk membangun rasa saling percaya. Perilaku lain yang diharapkan adalah kerjasama tim. Toyota berharap kerjasama tim bisa menstimulasi pertumbuhan pribadi dan professional, berbagi kesempatan pengembangan, serta bisa memaksimalkan kinerja individu dan tim.
TTW sebagai dokumen tertulis merupakan uraian singkat budaya Toyota. Kata-kata seringkali tidak dapat sepenuhnya menggambarkan seluruh realita yang terjadi. Orang bisa menilai dari pencapaian yang secara konsisten hadir dan dirasa begitu dekat.
Konsumen di Amerika dapat merasakan kualitas tertinggi saat mengendarai Lexus yang kualitas produk dan service kepada konsumennya disejajarkan dengan Four Seasons Hotel, Cadillac dan Starbucks. Orang Indonesia hingga saat ini masih dibuat takjub oleh prestasi penjualan Avanza dan Kijang. Kisah sukses Lexus di Amerika kembali dilanjutkan oleh Camry yang berhasil menaikkan standard mobil sedan menjadi begitu tinggi. Saking tingginya, sampai-sampai competitor bilang mobil Toyota dibuat terlalu berlebihan. Tentunya apa yang dianggap berlebihan oleh competitor, buat konsumen merupakan sebuah pengalaman menakjubkan. Dan memang pengalaman itulah yang menjadi standard baru dalam berkendaraan.
David Magee bilang keunggulan Toyota diciptakan oleh figur-figur sederhana yang lebih memilih terbang dengan kelas ekonomi ketimbang wira-wiri dengan jet perusahaan yang mahal. Bandingkan dengan petinggi GM, Ford dan Chrysler yang datang ke kongres AS naik jet perusahaan untuk minta bantuan dana ke pemerintah AS.
Ke depan, mungkin akan sulit bagi competitor untuk merebut gelar juara dari perusahaan yang selalu mengutamakan konsumen; punya karyawan yang kreatif, inovatif dan berdedikasi; serta bisa berproduksi dengan biaya yang efisien. Dilihat dari kacamata blue ocean strategy, Toyota sukses menerapkan strategi diferensiasi dan cost leadership secara bersamaan. Toyota sendiri bukanlah perusahaan yang sempurna. Tapi Toyota selalu mau berusaha memperbaiki diri terus menerus dan mau belajar dari kegagalan/kesalahan.
Comments
Post a Comment