Kehidupan
sejatinya menunjuk hidup seorang manusia.
Tiadanya seseorang karena kematian disebut George Orwell sebagai
hilangnya satu kehidupan di dunia ini.
Dalam perjalanan
hidupnya setiap manusia berhadapan dengan beragam peristiwa baik yang terencana
maupun tidak terencana. Yang terencana pun bisa dibagi lagi menjadi yang
direncanakan orang lain, atau yang direncanakan sendiri. Kendati keduanya tampak sebagai dua kutub
yang berbeda, keduanya punya keterikatan. Sebab apa yang direncanakan orang
lain pun masih memerlukan rencana aksi dari setiap individu. Dalam kehidupan yang semuanya serba terkait,
apa yang direncanakan orang lain (bisa atasan, keluarga atau teman) bisa jadi
moment istimewa dalam hidup seseorang.
Letjen (Purn)
Sintong Panjaitan adalah manusia yang berkarya di Tentara Nasional Indonesia
(TNI). Lulus dari Akademi Militer Negara
(AMN) tahun 1963. Dan sejak itu sebagian jalan hidupnya direncanakan oleh
pejabat TNI yang berwenang. Rencana dari TNI diterima Sintong sebagai tugas
yang harus dilaksanakan sampai selesai. Sintong
dipandang sebagai perwira cemerlang karena bisa melaksanakan tugas dengan hasil
baik bahkan excellent.
Hal itu
merefleksikan 2 hal: pertama keberhasilan TNI dalam mengembangkan talenta Sintong
dan menempatkannya pada posisi yang tepat (right place); dan kedua, kompetensi
Sintong yang diatas rata-rata tentara lainnya. Penempatan Sintong di
Kopasshanda (Komando Pasukan Sandi Yudha), yang kemudian menjadi Kopassus
(Komando Pasukan Khusus), hingga berhasil menjadi Danjen Kopasus tahun 1985,
merupakan buah perencanaan karir yang berhasil dari TNI.
Kisah sukses
Jenderal Sintong yang secara gilang gemilang melambungkan dirinya, Kopassus dan
Bangsa Indonesia adalah saat berhasil memimpin pasukan anti terror Kopassus
melumpuhkan pembajak Woyla dalam operasi 3 menit di Bangkok tahun 1981. Di
tengah sorotan media dalam dan luar negeri, team Kopassus berhasil melumpuhkan
5 pembajak dari Komando Jihad dan membebaskan seluruh sandera.
Jenderal Sintong
bukanlah orang yang pertama jadi Jenderal di antara lulusan AMN 1963. Jenderal
Wismoyo Arismunandar adalah yang pertama. Namun Sintong adalah salah satu
kandidat Panglima ABRI. Ini berarti
Jenderal Sintong adalah salah satu perwira tinggi berkategori star yang
dimiliki Indonesia. Baik performance
maupun potensinya masuk kategori terbaik.
Ketaatan
Ada beda nyata
antara orang yang berprofesi tentara, pastor dan orang yang tidak memilih kedua
profesi itu. Jadi tentara yang memegang
teguh Sapta Marga dituntut untuk taat pada komando. Jadi pastor yang menyatakan
kaul ketaatan pada Paus di Roma juga demikian. Sehingga ketika ada perintah
dari atasan maka tentara dan pastor akan taat pada perintah. Apapun perintah itu.
Ketaatan itu
yang mengantar Jenderal Sintong menjalani pertempuran di Sulawesi, Jakarta,
Papua, Kalimantan Barat, dan Timor Timur. Dan ketaatan itu pula yang membuatnya
non job setelah meletus peristiwa Santa
Cruz 12 November 1991 walaupun ia berhasil mencatat prestasi emas melalui
operasi territorial di Timor Timur semasa menjadi Pangdam IX Udayana selama
lebih dari 3 tahun.
Ketaatan itu
pula yang tampak ketika Jenderal Sintong menimba ilmu di Boston University
sebagai persiapan studi di Harvard University. Kala itu Sintong dituntut 13 juta dollar AS
oleh orang tua salah seorang korban peristiwa 12 November 1991 di Dili. Melihat
gegalat yang kurang baik Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno segera
memerintahkan Sintong untuk segera kembali ke tanah air. Kendati dosen Sintong di Boston University, Prof
Papanex, menyanggupkan diri menyediakan pengacara baginya, Sintong tetap pulang
ke tanah air. Kata Sintong kepada Prof Papanex: ”Saya masih tetap seorang
tentara”.
Sintong adalah
manusia yang hidupnya ditentukan oleh orang lain dan juga dirinya sendiri. Tugas
institusi dan Negara selalu dilaksanakan sepenuh hati dengan hasil yang baik.
Sintong bertanggungjawab sepenuhnya atas segala tindakan dan ucapannya.
Jenderal Sintong adalah contoh bagaimana seseorang yang menjalankan
kehidupannya dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab. Apa yang tertulis
dalam biografi, yang ditulis dengan baik sekali oleh Hendro Subroto, adalah buah
dari itu semua…
Reference:
Hendro Subroto,”Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando” Penerbit Buku Kompas, Jakarta 2009
Comments
Post a Comment